Penciptaan Alam Semesta
Alam
semesta adalah fana. Ada penciptaan, proses dari ketiadaan menjadi ada, dan
akhirnya hancur. Di antaranya ada penciptaan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Di sana berlangsung pula ribuan, bahkan jutaan proses fisika, kimia, biologi
dan proses-proses lain yang tak diketahui.
Dalam
buku Penciptaan Alam Raya karya Harun Yahya ini penulis memperkokoh
keyakinan akan terintegrasinya pemahaman Islam dan pemahaman manusia (ilmuwan)
tentang asal muasal alam semesta. Adapun pertemuan pemahaman ayat Al Quran dan
sains astronomi adalah bahwa alam semesta ini berawal dan berakhir; dan Al
Quran lebih jauh memberi petunjuk bahwa alam semesta mempunyai Dzat Pencipta (Rabbul
alamin). Fenomena ini diharapkan menjadi pembuka jalan dan pemicu
integrasi Islam dalam kehidupan manusia.
Seperti
buku-buku Harun Yahya lainnya, penulis mengungkapkan renik-renik kehebatan,
kemegahan, keindahan, keserasian, dan kecanggihan sebuah sistem di alam
semesta, dan mengakhiri dengan pertanyaan: Apakah sistem yang demikian serasi
terjadi dengan sendirinya, tanpa Yang Maha Perencana dan Yang Maha Pencipta?
Eksplorasi semacam ini menggugah kecerdasan spiritual manusia, mendekatkan
seorang muslim dengan khalik-Nya.
Bumi
dan Planet-Planet Lainnya
Dimulai dari planet
Bumi: sebuah wahana yang ditumpangi oleh bermiliar manusia. Kecerdasan
spiritual manusialah yang akan memberi makna perjalanan di alam semesta ini;
perjalanan antargenerasi selama bermiliar tahun tanpa tujuan akhir yang
diketahui pasti, yang gratis dan tak berujung, hingga waktu kehancurannya tiba.
Namun
Bumi masih terlalu kecil dibandingkan Matahari, sebuah bola gas pijar raksasa,
lebih dari 1.250.000 kali ukuran Bumi dan bermassa 100.000 kali lebih besar.
Bumi yang tak berdaya, tertambat oleh gravitasi, terseret Matahari mengelilingi
pusat Galaksi lebih dari 200 juta tahun untuk sekali edar penuh. (Lalu apa
rencana secercah kehidupan kita dalam pengembaraan panjang ini? Sangat sayang
bila kita tidak sempat melihat kosmos hari ini. Sangat sayang kita tidak
berencana sujud dan berserah kepada Tuhan Yang Mahakuasa.)
Pengiring Matahari lainnya adalah planet Merkurius, Venus, Mars,
Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto, asteroid, komet dan sebagainya.
Ragam wahana dalam tata surya itu berupa sosok bola gas, bola beku, karang
tandus yang sangat panas; semuanya tak terpilih seperti planet
Bumi. (Lalu, mengapa wahana yang tersebar di alam semesta yang sangat luas itu
tak semuanya mudah atau layak dihuni oleh kehidupan?)
Putaran
demi putaran waktu berlalu, kehancuran wahana bermiliar manusia akan
menghampiri perlahan tapi pasti. Namun, berbagai pertanyaan manusia tentang
misteri alam semesta masih belum atau tak berjawab. Berbagai upaya rasionalitas
manusia telah dikerahkan dan pengetahuan bertambah, namun misteri alam semesta
itu terus menjadi warisan bagi generasi berikutnya.
Penjelajahan
akal manusia mendapatkan fakta-fakta penyusun alam semesta, mulai dari dunia
atom, planet, tata surya, hingga galaksi dan ruang alam semesta yang berbatas
galaksi-galaksi muda. Dengan itu, pengetahuan manusia merentang dalam dimensi
panjang 10-13 hingga 1026 meter, yang merupakan batas
fakta-fakta yang dapat diperoleh dalam dunia sains. Pada abad ke-21 manusia
masih berambisi untuk menyelami dunia 10-35 meter (skala panjang
Planck) atau 10-20 kali lebih kecil dari penemuan skala atom pada
dekade pertama abad ke-20. Begitu pula dimensi lainnya seperti waktu, energi,
massa, rentangnya meluas dari yang lebih kecil dan lebih besar.
Tentang
rentang waktu alam semesta, manusia mendefinisikan berbagai zaman (dan zaman
transisi di antaranya): Zaman Primordial, ketika usia alam semesta antara 10-50
hingga 105 tahun, Zaman Bintang, (106 - 1014
tahun), Zaman Materi Terdegenerasi, (1015 - 1039 tahun),
Zaman Black Hole, (1040 - 10100 tahun), Zaman Gelap
ketika alam semesta menghampiri kehancurannya dan Zaman Kehancuran Alam
Semesta, ketika materi meluruh. Tanpa fakta-fakta dan ilmu yang diketahui
manusia (atas izin Allah), akhirnya manusia hanya bisa berspekulasi dan tak
bisa mendefenisikan berbagai keadaan, misalnya sebelum kelahiran alam semesta
dan setelah kehancuran.
Penjelajahan
akal manusia bisa menggapai penaksiran hal-hal berikut: jumlah partikel (di
Matahari 1060 atau di Bumi 1050), energi ikat (antara
Bumi dan Matahari sebesar 1033 Joule), energi radiasi matahari
sebesar 1026 watt, energi Matahari yang diterima Bumi sebesar 1022
Joule, energi yang diperlukan manusia per tahun sebesar 1020 Joule,
energi penggabungan inti atom, fissi 1 mol Uranium sebesar 1013
Joule, energi yang dihasilkan 1 kg bensin sebesar 108 Joule. Sebuah anugerah
yang besar bagi manusia, walaupun melalui proses yang panjang.
Dengan
Sains Menangkap Realitas Alam Semesta
Pemahaman
manusia tentang alam semesta mempergunakan seluruh pengetahuan di bumi,
berbagai prinsip-prinsip, kepercayaan umum dalam sains (seperti ketidakpastian
Heisenberg tentang pengukuran simultan dimensi ruang dan waktu), serta berbagai
aturan untuk keperluan praktis. Melalui sebuah kerangka besar gagasan yang
menghubungkan berbagai fenomena (teori relativitas umum, teori kinetik materi,
teori relativitas khusus) coba dikemukakan satu penjelasan. Berbagai hipotesa,
gagasan awal atau tentatif dikemukakan untuk menjelaskan fenomena. Tentu
gagasan tersebut masih perlu diuji kebenarannya untuk dapat dikatakan sebuah
hukum.
Dunia
fisika membahas konsep energi, hukum konservasi, konsep gerak gelombang, dan
konsep medan. Pembahasan Mekanika pun sangat luas, dari Mekanika klasik ke
Mekanika Kuantum Relativistik. Mekanika Kuantum Relativistik mengakomodasi
pemecahan persoalan mekanika semua benda, Mekanika kuantum melayani persoalan
mekanika untuk semua massa yang kecepatannya kurang dari kecepatan cahaya.
Mekanika Relativistik memecahkan persoalan mekanika massa yang lebih besar dari
10-27 kg dan bagi semua kecepatan. Mekanika Newton (disebut juga
mekanika klasik) menjelaskan fenomena benda yang relatif besar, dengan kecepatan
relatif rendah, tapi juga bisa dipergunakan sebagai pendekatan fenomena benda
mikroskopik.
Mekanika
statistik (kuantum klasik) adalah suatu teknik statistik untuk interaksi benda
dalam jumlah besar untuk menjelaskan fenomena yang besar, teori kinetik dan
termodinamik. Dalam penjelajahan akal manusia di dunia elektromagnet dikenal
persamaan Maxwell untuk mendeskripsikan kelakuan medan elektromagnet, juga
teori tentang hubungan cahaya dan elektromagnet. Dalam pembahasan interaksi
partikel, ada prinsip larangan Pauli, interaksi gravitasi, dan interaksi
elektromagnet. Medan menyebabkan gaya; medan-gravitasi menyebabkan gaya
gravitasi, medan-listrik menyebabkan gaya listrik dan sebagainya. Demikianlah,
metode sains mencoba dengan lebih cermat menerangkan realitas alam semesta yang
berisi banyak sekali benda langit (dan lebih banyak lagi yang belum ditemukan).
Pengetahuan
tentang luas alam semesta dibatasi oleh keberadaan objek berdaya besar, seperti
Quasar atau inti galaksi, sebagai penuntun tepi alam semesta yang bisa diamati;
selain itu juga dibatasi oleh kecepatan cahaya dan usia alam semesta (15 miliar
tahun). Itulah sebabnya ruang alam semesta yang pernah diamati manusia
berdimensi 15-20 miliar tahun cahaya. Namun, banyak benda langit yang tak memancarkan
cahaya dan tak bisa dideteksi keberadaannya, protoplanet misalnya. Menurut
taksiran, sekitar 90% objek di alam semesta belum atau tak akan terdeteksi
secara langsung. Keberadaannya objek gelap ini diyakini karena secara dinamika
mengganggu orbit objek-objek yang teramati, lewat gravitasi.
Berbicara
tentang daya objek, dalam kehidupan sehari-hari ada lampu penerangan berdaya 10
watt, 75 watt dan sebagainya; sedangkan Matahari berdaya 1026 watt
dan berjarak satu sa* dari Bumi, menghangatinya. Jika kita lihat, lampu-lampu
kota dengan daya lebih besarlah yang tampak terang. Menurut hukum cahaya,
terang lampu akan melemah sebanding dengan jarak kuadrat, jadi sebuah lampu
pada jarak 1 meter tampak 4 kali lebih terang dibandingkan pada jarak 2 meter,
dan apabila dilihat pada jarak 5 meter tampak 25 kali lebih redup.
Maka,
kemampuan mata manusia mengamati bintang lemah terbatas. Ukuran kolektor cahaya
juga akan membatasi skala terang objek yang bisa diamati. Untuk pengamatan
objek langit yang lebih lemah dipergunakan kolektor atau teleskop yang lebih
besar. Teleskop yang besar pun mempunyai keterbatasan dalam mengamati obyek
langit yang lemah, walaupun berhasil mendeteksi obyek langit yang berjuta atau
bermiliar kali lebih lemah dari bintang terlemah yang bisa dideteksi manusia.
Pertanyaan lain muncul: Apakah semua objek langit bisa diamati melalui
teleskop? Berapa banyak yang mungkin diamati dan dihadirkan sebagai
pengetahuan?
Makin
jauh jarak galaksi, berarti pengamatan kita juga merupakan pengamatan masa silam
galaksi tersebut. Cahaya merupakan fosil informasi pembentukan alam semesta
yang berguna, dan manusia berupaya menangkapnya untuk mengetahui prosesnya
hingga takdir di masa depan yang sangat jauh, yang akan dilalui melalui
hukum-hukum alam ciptaan-Nya. Pengetahuan kita tentang hal tersebut sangat
bergantung pada pengetahuan kita tentang hukum alam ciptaan-Nya; sudah lengkap
dan sudah sempurnakah, ataukah baru sebagian kecil, sehingga mungkin bisa
membentuk ekstrapolasi persepsi yang salah?
Sampai
di batas mana manusia bisa membayangkan dan menjangkaunya? Bagaimana kondisi
awal, bagaimana kondisi sebelumnya, bagaimana kondisi 5 miliar tahun ke depan,
bagaimana kondisi 50 miliar tahun ke depan dan seterusnya? Apakah pengetahuan
agama akan memberi jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut? Alam semesta yang
megah akan runtuh, akan hancur, tapi entah bagaimana prosesnya, dan ada apa
setelah kehancuran itu? Kita kembali kepada Allah untuk mencari jawaban-Nya,
karena Dia adalah zat Maha Mengetahui atas segala ciptaan-Nya, dan manusia
hanya diberi pengetahuan-Nya sedikit.
Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit?
Allah telah membinanya {27} Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya
{28} dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang
benderang {29} Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya {30} Ia memancarkan
daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya {31} Dan
gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh {32} (semua itu) untuk kesenanganmu
dan untuk binatang-binatang ternakmu {33}”
(Q.S. An-Nazi’at: 27-33)
Pembentukan alam semesta dalam enam masa, sebagaimana
disebutkan Al-Qur’an atau kitab lainnya, sering menimbulkan permasalahan.
Sebab, enam masa tersebut ditafsirkan berbeda-beda, mulai dari enam hari, enam
periode, hingga enam tahapan. Oleh karena itu, pembahasan berikut mencoba
menjelaskan maksud enam masa tersebut dari sudut pandang keilmuan, dengan
mengacu pada beberapa ayat Al-Qur’an.
Dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan enam
masa, Surat An-Nazi’at ayat 27-33 di atas tampaknya dapat menjelaskan tahapan
enam masa secara kronologis. Urutan masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya,
sehingga kira-kira dapat diuraikan sebagai berikut:
- Masa I (ayat 27): penciptaan langit pertama kali
Pada Masa I, alam semesta pertama kali terbentuk dari
ledakan besar yang disebut ”big bang”, kira-kira 13.7 milyar tahun lalu.
Bukti dari teori ini ialah gelombang mikrokosmik di angkasa dan juga dari
meteorit.
Awan debu (dukhan) yang terbentuk dari ledakan
tersebut (gambar 1a), terdiri dari hidrogen. Hidrogen adalah unsur pertama yang
terbentuk ketika dukhan berkondensasi sambil berputar dan memadat.
Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta derajat celcius, terbentuklah
helium dari reaksi inti sebagian atom hidrogen. Sebagian hidrogen yang lain
berubah menjadi energi berupa pancaran sinar infra-red. Perubahan wujud
hidrogen ini mengikuti persamaan E=mc2, besarnya energi yang
dipancarkan sebanding dengan massa atom hidrogen yang berubah.
Selanjutnya, angin bintang menyembur dari kedua kutub dukhan,
menyebar dan menghilangkan debu yang mengelilinginya. Sehingga, dukhan
yang tersisa berupa piringan, yang kemudian membentuk galaksi (gambar 1b dan
c). Bintang-bintang dan gas terbentuk dan mengisi bagian dalam galaksi,
menghasilkan struktur filamen (lembaran) dan void (rongga). Jadi,
alam semesta yang kita kenal sekarang bagaikan kapas, terdapat bagian yang
kosong dan bagian yang terisi (gambar 1d).
Gambar 1a) awan debu (dukhan) yang
terbentuk akibat big bang
Gambar 1b) hembusan angin bintang dari
kedua kutubnya
Gambar 1c) galaksi yang terbentuk dari
piringan bintang-bintang dan gas-gas pembentuknya
Gambar 1d) struktur filamen dari alam
semesta yang bagaikan kapas
- Masa II (ayat 28): pengembangan dan penyempurnaan
Dalam ayat 28 di atas terdapat kata ”meninggikan
bangunan” dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan bangunan” dianalogikan dengan
alam semesta yang mengembang, sehingga galaksi-galaksi saling menjauh dan langit
terlihat makin tinggi. Ibaratnya sebuah roti kismis yang semakin mengembang,
dimana kismis tersebut dianggap sebagai galaksi. Jika roti tersebut mengembang
maka kismis tersebut pun akan semakin menjauh (gambar 2).
Gambar 2) model roti kismis untuk menggambarkan mengembangnya alam
semesta
Mengembangnya alam semesta sebenarnya adalah kelanjutan big
bang. Jadi, pada dasarnya big bang bukanlah ledakan dalam ruang,
melainkan proses pengembangan alam semesta. Dengan menggunakan perhitungan efek
doppler sederhana, dapat diperkirakan berapa lama alam ini telah
mengembang, yaitu sekitar 13.7 miliar tahun.
Sedangkan kata ”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam
ini tidak serta merta terbentuk, melainkan dalam proses yang terus berlangsung.
Misalnya kelahiran dan kematian bintang yang terus terjadi. Alam semesta ini
dapat terus mengembang, atau kemungkinan lainnya akan mengerut.
- Masa III (ayat 29): pembentukan tata surya termasuk Bumi
Gambar 3) reaksi nuklir yang menjadi sumber energi bintang seperti
Matahari
Surat An-Nazi’ayat 29 menyebutkan bahwa Allah menjadikan
malam yang gelap gulita dan siang yang terang benderang. Ayat tersebut dapat
ditafsirkan sebagai penciptaan matahari sebagai sumber cahaya dan Bumi yang
berotasi, sehingga terjadi siang dan malam. Pembentukan tata surya diperkirakan
seperti pembentukan bintang yang relatif kecil, kira-kira sebesar orbit
Neptunus. Prosesnya sama seperti pembentukan galaksi seperti di atas, hanya
ukurannya lebih kecil.
Seperti halnya matahari, sumber panas dan semua unsur
yang ada di Bumi berasal dari reaksi nuklir dalam inti besinya (gambar 3). Lain
halnya dengan Bulan. Bulan tidak mempunyai inti besi. Unsur kimianya pun mirip
dengan kerak bumi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, disimpulkan bahwa Bulan
adalah bagian Bumi yang terlontar ketika Bumi masih lunak. Lontaran ini terjadi
karena Bumi bertumbukan dengan suatu benda angkasa yang berukuran sangat besar (sekitar
1/3 ukuran Bumi). Jadi, unsur-unsur di Bulan berasal dari Bumi, bukan akibat
reaksi nuklir pada Bulan itu sendiri.
- Masa IV (ayat 30): awal mula daratan di Bumi
Penghamparan yang disebutkan dalam ayat 30, dapat
diartikan sebagai pembentukan superkontinen Pangaea di permukaan Bumi.
Masa III hingga Masa IV ini juga bersesuaian dengan Surat
Fushshilat ayat 9 yang artinya, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir
kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
Gambar 4) daratan Pangaea yang merupakan asal mula semua daratan di
Bumi
- Masa V (ayat 31): pengiriman air ke Bumi melalui komet
Gambar 5) ilustrasi komet yang membawa unsur hidrogen sebagai
pembentuk air di Bumi
Dari ayat 31 di atas, dapat diartikan bahwa di Bumi belum
terdapat air ketika mula-mula terbentuk. Jadi, ayat ini menunjukan evolusi Bumi
dari tidak ada air menjadi ada air.
Jadi, darimana datangnya air? Air diperkirakan berasal
dari komet yang menumbuk Bumi ketika atmosfer Bumi masih sangat tipis. Unsur
hidrogen yang dibawa komet kemudian bereaksi dengan unsur-unsur di Bumi dan
membentuk uap air. Uap air ini kemudian turun sebagai hujan yang pertama. Bukti
bahwa air berasal dari komet, adalah rasio Deuterium dan Hidrogen pada air
laut, yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah unsur Hidrogen yang
massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya.
Karena semua kehidupan berasal dari air, maka setelah air
terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan bersel satu pun mulai muncul di
dalam air.
- Masa VI (ayat 32-33): proses geologis serta lahirnya
hewan dan manusia
Gambar 6) gunung sebagai pasak Bumi
Dalam ayat 32 di atas, disebutkan ”…gunung-gunung
dipancangkan dengan teguh.” Artinya, gunung-gunung terbentuk setelah
penciptaan daratan, pembentukan air dan munculnya tumbuhan pertama.
Gunung-gunung terbentuk dari interaksi antar lempeng ketika superkontinen
Pangaea mulai terpecah. Proses detail terbentuknya gunung dapat dilihat pada
artikel sebelumnya yang ditulis oleh Dr.Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc
tentang fungsi gunung sebagai pasak bumi.
Kemudian, setelah gunung mulai terbentuk, terciptalah
hewan dan akhirnya manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat 33 di atas. Jadi,
usia manusia relatif masih sangat muda dalam skala waktu geologi.
Jika diurutkan dari Masa III hingga Masa VI, maka empat
masa tersebut dapat dikorelasikan dengan empat masa dalam Surat Fushshilat ayat
10 yang berbunyi, ”Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh
di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan
(penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi
orang-orang yang bertanya”.
Demikianlah penafsiran enam masa penciptaan alam dalam
Al-Qur’an, sejak kemunculan alam semesta hingga terciptanya manusia. Wallahu
a’lam bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar